Konseling Diperluas

KONSELING PASCA TRAUMA
BAGI TENAGA KERJA WANITA (TKW) KORBAN PEMERKOSAAN

Eko Santoso

ABSTRAK
Konseling pasca trauma merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu para korban mengatasi beban psikologis yang diderita. Beban psikologis tersebut membuat korban mengalami penderitaan-penderitaan dalam hidupnya. Guncangan psikologis pada korban pemerkosaan bisa memengaruhi kestabilan emosi. Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah dalam menghadapi petaka, bisa mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan berujung pada stres berat yang sewaktu-waktu bisa menjadikan mereka lupa ingatan atau gila.
Konseling trauma dapat membantu para korban bencana menata kestabilan emosinya sehingga mereka bisa menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya meskipun dalam kondisi yang sulit. Konseling trauma juga sangat bermanfaat untuk membantu para korban untuk lebih mampu mengelola emosinya secara benar dan berpikir realistik.
Kata Kunci: Konseling Pasca Trauma, Pemerkosaan

Tentu masih segar dalam ingatan kita tentang kasus RB seorang Tenaga Kerja Wanita asal Banjarnegara yang mengalami pemerkosaan oleh majikannya di  Malaysia. Jika kita menilik lebih lanjut kebelakang, masih banyak sekali serentetan kasus serupa yang dialami oleh sang pahlawan devisa ini. Penganiayaan, pelecehan seksual bahkan pemerkosaan mendominasi kasus yang menimpa para TKW di luar negeri.
Pemerkosaan dan tindakan penganiayaan tentu saja mempunyai dampak negatif bagi survivor baik itu fisik maupun psikis. Akibat fisik yang ditimbulkan misal kecacatan sementara maupun permanen bahkan harus kehilangan nyawa. Namun agaknya akibat psikis yang ditimbulkan lebih berbahaya, korban akan mengalami gangguan kejiwaan seperti sikap antisosial, perilaku menarik diri bahkan gangguan stress pasca trauma yang berkepanjangan.
Konseling sebagai sebuah hubungan yang membantu tentu memberikan andil yang sangat besar dalam pemberian layanan bagi korban traumatis ini. Lantas apa dan bagaimana penanganan konseling bagi korban pemerkosaan?. Sebelum masuk lebih dalam, marilah kita ketahuui lebih dahulu apa itu perkosaan dalam perspektif ilmu psikologi abnormal serta apa itu trauma? Dan bagaimana proses konseling pasca traumatis yang diterapkan bagi korban pemerkosaaan khususnya pada TKW.

A.    PENGERTIAN PEMERKOSAAN
Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seoranglaki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hokum. Bentuk perkosaan tidak selalu persetubuhan, akan tetapi segala bentuk serangan atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin. Oral seks, anal seks (sodomi), perusakan alat kelamin perempuan dengan benda adalah juga perkosaan. www.scribd.com/doc/REVIEW-PERKOSAAN.
Pemerkosaan oleh Nevid (2003:223) digolongkan sebagai tindakan agresi seksual dimana seseorang melakukan agresi seksual pada yang lain dengan menjadikan orang lain itu target ajak-ajakan, tuntutan atau komentar-komentar birahi seksual yang tidak diinginkan.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai perkosaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perkosaan adalah tindakan pemaksaan hubungan seksual dari laki-laki kepada perempuan. Pemaksaan hubungan seksual tersebut dapat berupa ancaman secara fisik maupun secara psikologis.
Lebih lanjut  Nevid (2003:224) membagi jenis pemerkosaan menjadi dua macam yaitu:
1)    Pemerkosaan dengan paksaan (forcible rape) dimana pelaku menggunakan kekuatan, kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa sesorang melakukan persetubuhan.
2)    Pemerkosaan berdasar batasan hukum (statutory rape) persetubuhan dengan seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan bisa karena berada dibawah usia  yang dianggap mampu memberikan persetujuan bisa karena berada dibawah usia yang dianggap mampu memberikan persetujuan atau karena ketidakmampuan mental, meski orang tersebut tidak menolak tinndakan dari pemerkosa.

Gorth dan Hobson dalam Nevid (2003:225) mengembangkan dugaan adanya tiga jenis pemerkosaan dasar: pemerkosaan karena kemarahan (anger rape), pemerkosaan untuk kekuasaan (power rape), dan pemerkosaan sadistis (sadistic rape).
Meski pemerkosaan tidak di diagnosis sebgai gangguan mental, jelas pemerkosaan memenuhi beberapa kriteria yang dspat digunakan untuk mendefinisikan perilaku abnormal. Pemerkosaan secara sosial tidak dapat diterima, melanggar norma sosial dan secara sangat memperhatinkan membahayakan korbannya. Pemerkosaan juga dapat berasosiasi dengan beberapa sindrom klinis terutama bentuk sadisme seksual.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pemerkosaan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi korbannya baik dampak yang diderita secara fisik atau terlihat ataupun dampak psikis atau kejiwaan yang tersembunyi. Dampak fisik yang ditimbulkan dari kasus pemerkosaan terutama adanya kecacatan fisik baik yang sementara atau bersifat permanen. Hal ini sangat dimungkinkan karena sebuah pemerkosaan adalah tindakan pemaksaan terhadap korban untuk melayani hasrat seksual pemerkosa. Terlebih jika pelaku pemerkosaan memiliki kelainan parafilia misalnya masokisme, veyourisme, pedophilia. Dampak fisik yang terburuk adalah resiko kehilangan nyawa yang terjadi akibat ketidakpatuhan korban.
Sementara itu, dampak psikis akibat pemerkosaan juga tidak boleh kita kesampingkan, Nevid (2003:226) membagi dampak psikis pemerkosaan menjadi enam yaitu :
1)    Sebagian menjadi cepat marah, menarik diri dan tidak dapat percaya
2)    Hilangnya selera makan, sakit kepala, perasaan mudah tersinggung, kecemasan dan depresi.
3)    Ketenangan yang tidak realistis, yang menyulitkan pengungkapan perasaan.
4)    Beberapa survivor juga mengalihkan perasaan berdosa, malu dan menyalahkan diri sendiri dengan tidak pada tempatnya.
5)    Survivor sering mengembangkan disfungsi seksual seperti kurangnya hasrat seksual dan sulit terangsang.
6)    Gangguan stres pasca trauma seperti mimpi buruk, mati rasa, ingatan-ingatan yang mengganggu tentang pemrkosaan serta meningkatnya kewaspadaan.
Dari berbagai akibat-akibat psikis diatas perlulah penanganan khusus yang dilakukan oleh ahli baik konselor, psikiater, dokter serta lembaga-lembaga yang terkait guna mencegah korban pemerkosaan mengalami gangguan stress pasca trauma yang lebih berkepanjangan. Sehingga individu yang menjadi korban pemerkosaan dapat kembali menjalani kehidupan normal dan serta dapat hidup di tengah masyarakat seperti semula.

B.    KONSELING TRAUMATIK
Pada dasarnya setiap manusia mendambakan kehidupan yang bahagia dan mencapai Kehidupan Efektif Sehari-hari atau (KES). Namun faktanya jalan kehidupan yang dijalani kadang tidak sesuai yang diinginkan dan timbul masalah-masalah yang mengakibatkan penderitaan pada individu. Apabila penderitaan ini terus-menerus menimpa manusia, maka manusia akan merasakan kecemasan dan kesakitan yang amat mendalam. Kondisi seperti ini dalam istilah psikologi dinamakan trauma (Juntika, 2005:83).
Trauma adalah suatu kondisi emosional yg berkembang  setelah suatu peristiwa trauma yang tidak mengenakkan, menyedihkan, menakutkan, mencemaskan dan menjengkelkan, seperti peristiwa : Pemerkosaan, pertempuran, kekerasan fisik, kecelakaan, bencana alam dan peristiwa-peristiwa tertentu yang membuat batin tertekan.
http://waskitamandiribk.wordpress.com/2010/05/06/download-konseling-trauma-pasca-ujian-nasional/
Heru Mugiarso dalam blog:http:/grahakonseling.blogspot.co10/konseling-traumatik-di-tengah-bencana.html. mengklasifikasikan beberapa ciri-ciri trauma 1) disebabkan oleh kejadian dahsyat yang mengguncang di luar rencana dan kemauan kita 2) kejadian itu sudah berlalu, 3) terjadi mekanisme psikofisik : kalau tidak melawan maka saya akan binasa, 4) Sensitif terhadap stimulus yang menyerupai kejadian asli.
Jadi trauma adalah keadaan dimana seseorang mengalami suatu peristiwa yang tidak mengenakkan yang terjadi pada masa lalunya dan akan terus-menerus membawa individu tersebut pada kecemasan dan kesakitan yang mendalam. Trauma sangat penting untuk disembuhkan agar individu yang menjadi korban dapat menekan penderitaan yang dialaminya sehingga potensi yang ada dapat kembali berkembang optimal seperti sediakala.
Sedangkan konseling pasca trauma dapat diartikan sebagai konseling yang diselenggarakan dalam rangka membantu konseli yang  mengalami peristiwa traumatik, agar konseli dapat keluar dari peristiwa traumatik yang pernah dialaminya dan dapat mengambil hikmah dari peristiwa trauma tersebut.
Dilihat dari tujuan, konnseling traumatik lebih menekankan kepada pulihnya kembali klien pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Muro dan Kottman dalam Juntika (2005:84) menyebutkan bahwa tujuan konseling traumatik adalah sebagai berikut:
1)    Berfikir realistis bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan.
2)    Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma.
3)    Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma.
4)    Belajar keterampilan baru untuk mengatasi trauma.
Penanganan pasca trauma dapat dilakukan oleh seorang konselor namun hendaknya konselor harus lebih memperkuat hubungan kerjasama dengan setting lokal yang ada, hal ini dilakukan agar intervensi yang dilakukan terhadap survivor menjadi lebih efektif dan efisien.

C.    PENANGANAN PASCA TRAUMA TKW KORBAN PEMERKOSAAN
Penanganan terhadap survivor pemerkosaan sering merupakan proses dua fase, pertama mendampingi perempuan mengatasi situasi segera setelah pemerkosaan lalu membantunya untuk openyesuaian jangka panjang.intervensi krisis menyediakan dukungan emosional dan informasi untuk membantu mereka melihat kebutuhan segera (immediate need), juga membantu mengembangkan strategi untuk mengatasi trauma. Penanganan berjangka lebih panjang dapat didesain untuk membantu survivor mengatasi perasaan-perasaan yang sesungguhnya tidak perlu seperti rasa bersalah dan malu, perasaan cemas dan depresi yang berlanjut, juga masalah-masalah interperssonal dan seksual yang dapat berkembang dalam hubungan dengan laki-laki dalam kehidupan mereka.
Terapi kognitif behavioral memadukan teknik-teknik behavioral seperti pemaparan, dan teknik-teknik kognitif seperti restrukturisasi kognitif. Sekarang inii kita akan mengkaji penggunaan CBT untuk menangani beberapa tipe gangguan kecemasan: fobia sosial, gangguan stress pasca traumma, gangguan kecemasan menyeluruh gangguan obsesiv-kompulsif, dan gangguan panik (Nevid, 2003:193).
Dalam menangani gangguan stress pasca trauma pada TKW yang mengalami korban pemerkosaan korban didorong untuk berbicara tentang trauma yang dialaminya, mengalami kembali bagian-bagian trauma dalam imajinasi serta melihat dokumentasi berupa film yang menyangkut tentang pemerkosaan.
Penggunaan desensitisasi sistematis juga dapat dilakukan untuk mengurangi gangguan stress pasca trauma korban perkosaan. Desensitisasi sistematis adalah suatu proses gradual. Klien belajar untuk secara progresif menghadapi stimuli yang makin mengganggu sementara mereka tetap rileks. Sekitar 10 – 20 stimuli diatur dalam urutan hirarki- disebut hirarki stimulus-takut (fear – stimulus hierarchy) – doiurutkan berdasarkan kemampuan stimulus tersebut dalam menimbulkan kecemasan (Nevid, 2003:189).
Dalam kasus pemerkosaan yang terjadi pada TKW, konselor bersama-sama menyusun hirarki atau tingkatan stimulus yang menimbulkan kecemsan dari mulai tingkat kecemasan yang rendah sampai tingkat kecemasan yang tinggi. Misalnya pada tingkatan pertama konselor bercerita tentang kasus perkosaan dan melihat respon yang timbul pada klien. Disela-sela pemberian stimulus kecemasan tersebut konselor membuat setting agar suasana konseling menjadi serileks mungkin.
Dalam kasus pasca trauma pemerkosaan pada TKW justru pendampingan yang bersifat psikologis merupakan kunci utamadalam membantu individu yang menjadi korban melakukan rehabilitasi sehingga eksistensi keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat bisa diakui kembali serta mampu menjadi individu yang bisa mencapai Kehidupan Efektif Sehari-hari (KES).

DAFTAR PUSTAKA

Juntika, Achmad. 2005. Strategi Layanan Bimbingan & Konseling. Bandung : PT. Refika Aditama.
Nevid J.S, Rathus S.A dan Greene B. 2003. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 1 & 2. Jakarta : Erlangga.
http://grahakonseling.blogspot.com/2009/10/konseling-traumatik-di-tengah-bencana.html (diakses pada 12-07-2011).
http://www.scribd.com/doc/27542582/REVIEW-Perkosaan (diakses pada 13-07-2011).
http://waskitamandiribk.wordpress.com/2010/05/06/download-konseling-trauma-pasca-ujian-nasional/ (diakses pada 13-07-2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar